Selasa, 23 Oktober 2012

Desa nD Kota


Sudah seminggu lewat sehari aku dirumah. Melihat kondisi isi rumah dan lingkungan sekitar yang memang jarang sekali aku jamah karena aku terbiasa hanya didalam rumah. Memang beda banget orang kota di jakarta sana ataupun di bogor. Kebanyakan mereka benar – benar menghabiskan waktunya dengan baik, sibuk dan selalu sibuk. Sering aku melihat pemandangan pagi di stasiun, orang – orang pada jalan dengan langkah terburu – buru mengejar kereta dengan dandanan yang stylis. Sampai di kereta penuhnya naudzubillah. Melihat itu betapa banyak nya penduduk disana yang rela bangun pagi –pagi untuk mempersiapkan kerjanya. Dari situ aku menyimpulkan bahwa kemakmuran hidup mereka berawal dari produktivitas, bekerja keras dengan kemampuan yang dimilikinya masing- masing dan mereka layak untuk hidup makmur dari hasil kerja kerasnya. Ini bukti bahwa apa yang dikatakan dosen pengujiku waktu sidang skripsi. Beliau memberikan pesan intelektual buatku bahwa akar dari kemiskinan adalah produktivitas. Makmur atau tidaknya seseorang kita bisa melihat salah satunya dengan produktivitasnya.
                Benar – benar beda banget, kebanyakan orang didesa hanya santai – santai saja meskipun memang ada yang sibuk untuk mengurusi pertaniannya. Aku prihatin lihatnya, hidup ga berasa hidup kalo ga produktif. Seminggu dirumah tanpa aktifitas yang tersusun saja aku sudah bosen minta ampun dan aku ngga mau terus – terusan. Bayangkan mungkin lingkungan kebanyakan di desa merasakannya setiap hari, aktifitas sehari – hari ya Cuma itu – itu saja, gimana mau maju! Kalo perempuan yang statusnya sebagai istri ya bisa di maklumi, tugas mereka yang utama adalah sebagai ibu rumah tangga jika tidak berkarir. Jadi sedikit wajar jika mereka di rumah seperti juga mamah ku yang rajin mengurusi rumah.
                Lain halnya dengan para bapak atau kepala rumah tangga, bagiku adalah larangan jika masih ongkang – angking kaki ketika jam – jam kerja yang seharusnya digunakan untuk mencari nafkah. Untuk meningkatkan ekonomi rumah tangga, bertahan hidup dan sebagai rasa syukur atas karunia Allah di muka bumi. Maka manusia harus mencari karunia itu, berjalan di muka bumi dan carilah karunia Allah banyak – banyak agar kamu beruntuk, kurang lebih nya begitu arti ayat di surah al- jumuah ayat 10. Apa jadinya jika kepala keluarga lemah dan tidak punya daya untuk bekerja padahal fisik tidak ada masalah. Hal itu besar banget dampaknya pada keluarga. Salah satunya kebutuhan pokok yang tidak terpenuhi, anak jadi kurang semangat meraih cita – cita gara – gara si orang tua tidak mensuport nya secara finansial. Itu parah namanya. Dan akupun lebih suka melihat jika bapak dalam keadaan sibuk. Entah menerima banyak tamu ataupun ada suatu bisnis yang tidak ku ketahui di luar.
                Keterbatasan lapangan pekerjaan dan kemampuan? Mungkin itu yang mempengaruhinya. Kulihat jika mereka tidak jadi PNS yang gajinya cukup sadis buat para wiyata alias honorer, beberapa dari mereka menjadi kuli bangunan ataupun sawah. Penambahan lapangan kerja dan ditingkatkannya skill untuk mereka mungkin bisa mengatasinya.
                lepas dari itu, yang aku sangat sukai adalah rasa gotong royong dan keramah – tamahan di lingkungan seperti ini yang sangat mendarah daging. Kita semua tak perlu merasa kerepotan sendiri jika ada hajat atau musibah apapun, tetangga selalu siap sedia membantu. Ketika memberi masih berdasarkan rasa tulus tanpa berharap imbalan. Setiap aku pulang kerumah, tahukah tetangga sesekali membelikanku makanan ataupun cemilan kesukaan. entah cilok, jajanan basah, biskuit crispy yang kemarin tetanggaku membelikannya sepulang menemani anaknya ke sekolah. Subhanallah..,,, begitu perhatiannya yang padahal bukan saudara. Tapi seperti itu, di sini memang saling menolong dan memberi. Jika mamah ku masak pasti sesekali tidak untuk ukurang keluarga saja tapi tetangga sebelah juga. Tidak pernah merasa khawatir kesusahan kalo di desa. Hidup rukun bersama –sama dan saling membantu, juga ramah.
                Dan aku tidak mendapatkan ini selama aku merantau, masyarakat kota cenderung hedonis dan baginya hidup adalah urusan uang. Karena itu selalu bekerja keras untuk mengejar yang namanya uang. Antar sesama manusia harus saling waspada kali – kali bermaksud jahat. Menjadikan kita sering curiga dengan orang di samping kita yang berbuat baik misalnya ngasih makanan atau minum, padahal maksudnya tulus. Karena orang jahat dan baik di kota tidak bisa kita nilai dengan hanya melihat tampang, karena bisa menipu. Begitulah.... orang bilang hidup dikota itu keras kalo kita tidak benar – benar serius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar