Sudah seminggu lewat sehari
aku dirumah. Melihat kondisi isi rumah dan lingkungan sekitar yang memang
jarang sekali aku jamah karena aku terbiasa hanya didalam rumah. Memang beda
banget orang kota di jakarta sana ataupun di bogor. Kebanyakan mereka benar –
benar menghabiskan waktunya dengan baik, sibuk dan selalu sibuk. Sering aku
melihat pemandangan pagi di stasiun, orang – orang pada jalan dengan langkah
terburu – buru mengejar kereta dengan dandanan yang stylis. Sampai di kereta
penuhnya naudzubillah. Melihat itu betapa banyak nya penduduk disana yang rela
bangun pagi –pagi untuk mempersiapkan kerjanya. Dari situ aku menyimpulkan
bahwa kemakmuran hidup mereka berawal dari produktivitas, bekerja keras dengan
kemampuan yang dimilikinya masing- masing dan mereka layak untuk hidup makmur
dari hasil kerja kerasnya. Ini bukti bahwa apa yang dikatakan dosen pengujiku
waktu sidang skripsi. Beliau memberikan pesan intelektual buatku bahwa akar
dari kemiskinan adalah produktivitas. Makmur atau tidaknya seseorang kita bisa
melihat salah satunya dengan produktivitasnya.
Benar – benar beda banget, kebanyakan orang didesa
hanya santai – santai saja meskipun memang ada yang sibuk untuk mengurusi
pertaniannya. Aku prihatin lihatnya, hidup ga berasa hidup kalo ga produktif.
Seminggu dirumah tanpa aktifitas yang tersusun saja aku sudah bosen minta ampun
dan aku ngga mau terus – terusan. Bayangkan mungkin lingkungan kebanyakan di
desa merasakannya setiap hari, aktifitas sehari – hari ya Cuma itu – itu saja,
gimana mau maju! Kalo perempuan yang statusnya sebagai istri ya bisa di
maklumi, tugas mereka yang utama adalah sebagai ibu rumah tangga jika tidak
berkarir. Jadi sedikit wajar jika mereka di rumah seperti juga mamah ku yang
rajin mengurusi rumah.
Lain halnya dengan para bapak atau kepala rumah
tangga, bagiku adalah larangan jika masih ongkang – angking kaki ketika jam –
jam kerja yang seharusnya digunakan untuk mencari nafkah. Untuk meningkatkan ekonomi
rumah tangga, bertahan hidup dan sebagai rasa syukur atas karunia Allah di muka
bumi. Maka manusia harus mencari karunia itu, berjalan di muka bumi dan carilah
karunia Allah banyak – banyak agar kamu beruntuk, kurang lebih nya begitu arti
ayat di surah al- jumuah ayat 10. Apa jadinya jika kepala keluarga lemah dan
tidak punya daya untuk bekerja padahal fisik tidak ada masalah. Hal itu besar
banget dampaknya pada keluarga. Salah satunya kebutuhan pokok yang tidak
terpenuhi, anak jadi kurang semangat meraih cita – cita gara – gara si orang
tua tidak mensuport nya secara finansial. Itu parah namanya. Dan akupun lebih
suka melihat jika bapak dalam keadaan sibuk. Entah menerima banyak tamu ataupun
ada suatu bisnis yang tidak ku ketahui di luar.
Keterbatasan lapangan pekerjaan dan kemampuan?
Mungkin itu yang mempengaruhinya. Kulihat jika mereka tidak jadi PNS yang
gajinya cukup sadis buat para wiyata alias honorer, beberapa dari mereka
menjadi kuli bangunan ataupun sawah. Penambahan lapangan kerja dan ditingkatkannya
skill untuk mereka mungkin bisa mengatasinya.
lepas dari itu, yang aku sangat sukai adalah rasa
gotong royong dan keramah – tamahan di lingkungan seperti ini yang sangat
mendarah daging. Kita semua tak perlu merasa kerepotan sendiri jika ada hajat
atau musibah apapun, tetangga selalu siap sedia membantu. Ketika memberi masih
berdasarkan rasa tulus tanpa berharap imbalan. Setiap aku pulang kerumah,
tahukah tetangga sesekali membelikanku makanan ataupun cemilan kesukaan. entah
cilok, jajanan basah, biskuit crispy yang kemarin tetanggaku membelikannya
sepulang menemani anaknya ke sekolah. Subhanallah..,,, begitu perhatiannya yang
padahal bukan saudara. Tapi seperti itu, di sini memang saling menolong dan
memberi. Jika mamah ku masak pasti sesekali tidak untuk ukurang keluarga saja
tapi tetangga sebelah juga. Tidak pernah merasa khawatir kesusahan kalo di
desa. Hidup rukun bersama –sama dan saling membantu, juga ramah.
Dan aku tidak mendapatkan ini selama aku merantau,
masyarakat kota cenderung hedonis dan baginya hidup adalah urusan uang. Karena
itu selalu bekerja keras untuk mengejar yang namanya uang. Antar sesama manusia
harus saling waspada kali – kali bermaksud jahat. Menjadikan kita sering curiga
dengan orang di samping kita yang berbuat baik misalnya ngasih makanan atau
minum, padahal maksudnya tulus. Karena orang jahat dan baik di kota tidak bisa
kita nilai dengan hanya melihat tampang, karena bisa menipu. Begitulah.... orang
bilang hidup dikota itu keras kalo kita tidak benar – benar serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar