Belum berhasil untuk
mendapatkan posisi karier sebagai batu loncatan awal. Tak apa, setidaknya aku
sudah tahu seberapa kapasitas dan kemampuanku dalam posisi itu. Ternyata belum
sampai sebutir debu atau sebiji zahrah atau analogi lain yang menggambarkan betapa
masih kurangnya ilmu yang kupunya. Untuk menjadi seorang asisten peneliti dalam sebuah proyek penelitian di bank
sentral ternama di Indonesia adalah posisi yang ku kira akan menjadi karier
pertama. Nyatanya aku belumlah cukup ilmu dan pengalaman untuk berkesempatan di
posisi itu, berbeda dengan teman-teman ku yang ku akui memang layak. Karena itu
sudah kusadari dari selesai interviewku dengan peneliti senior bersama timnya
bahwa aku memang belum layak. Karena itu harus banyak belajar lagi.
Bicara tentang metamorfosis hidup, aku yang dulu ngga
jauh berbeda dengan saat ini. Hanya saja sekarang sudah selesai kuliyah. Ketika
kuperhatikan beberapa teman dan sahabatku, mereka sudah berani mengambil
keputusan untuk melepas masa jalangnya, tanpa menghentikan mimpinya. Menjadi
istri dari lelaki yang dicintainya. Memang hidup itu penuh dengan pilihan dan
harus berani memilih. Ketika sibuk dengan rasa bingung dan ketakutan akan
resiko dari masing-masing pilihan itu, maka tanpa disadari waktu sudah berlalu
lama dan aku masih dalam posisi sebelumnya, tidak ada perubahan. Ini berlaku
untuk semua hal, begitupun dengan masa depan yang akan mengantarkanku menuju
keberhasilan yang kurancang. Menjadi vakum seperti sekarang ini juga pilihan,
tidak ada yang mengharuskan untuk berada dikondisi ini, juga bukan berarti
tidak ada pilihan lain. Hidup itu proses, dan setiap proses dipenuhi dengan
kesempatan yang harus kita pilih satu.
Selama masa ini, timbul prasangka buruk dengan diri
sendiri. Bahkan menghargai arti diri saja tak mau. Mungkin tak sejauh itu.
Yakin bahwa sebenarnya banyak potensi
dan kemampuan yang dimiliki, hanya saja perlu percaya dan fokus pada satu arah,
aku yakin sekali rencana-rencana yang sudah terfikirkan dapat tercapai. Meski
sedikit putus asa dan enggan meminta lagi kepadaNYA, tapi kusadari mungkin saja
banyak sekali riburan orang di luaran sedang menghadapi konflik lebih berat
pada waktu yang sama. Karena itu, aku masih punya rasa syukur. Atau mungkin
karena ketakutan ku dengan pilihan, yang lama dan tak pernah mengambil
keputusan dengan pasti. Ini berakibat pada kondisi sekarang. Sedari dulu,
kelemahanku yang tak mampu percaya diri dengan keputusan bahkan yang kecil
sekalipun. Ini masih bisa diperbaiki, sungguh-sungguh dan berfikir tenang
mungkin akan membantu.
Mengisi kekosongan ini, kugunakan dengan melakukan
beberapa hal untuk membunuh rasa malas dan terpenting berusaha tidak melewatkan
waktu tanpa arti, itu yang sangat tidak kusukai sebenarnya. Memasak berbagai
masakan yang biasa mamah buat atau kadang memikirkan resep baru dan memasak
bersama mamah. Membuat kue, meski masih sangat amatiran, mencari-cari resep
baru di internet kemudian membuatnya sendiri. Tanpa kulupa untuk sering update
lowongan kerja. Itupun masih banyak sekali waktu yang tersisa, hal ini
membuatku merasa pesakitan dan mati suri. Harusnya lebih bersabar dan nikmati
proses. Bukankah sengaja mengurung diri dirumah memang tidak baik?. Rasa jenuh
membuat ku ingat dengan keinginan lama dari SMP, bisa bermain gitar akustik.
Dalam waktu dekat semoga bisa membelinya dan berlatih. Karena dengan itu, bisa
menyanyikan lagu kesukaan dengan iringan gitar juga menurutku ini cukup
menghibur untuk ku sekedar melupakan sejenak tentang kar
ier, kemudian membuat
rencana itu lagi.
_Nice Day